Mari
kita buka lagi bingkisan kado yang datang dari sahabat dan misanan Nabi
saw, Imam Ali bin Abi Thalib ra. Sebelum kita buka bingkisanya, saya
teringat dengan sebuah hadist Rasulallah saw yang berbunyi “Barangsiapa
melepaskan seorang mu’min dari kesusahan hidup di dunia, niscaya Allah
akan melepaskan kesulitan dari dirinya di hari kiamat. Barangsiapa
memudahkan urusan seorang mu’min yang sulit, niscaya Allah akan
memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Barang siapa menutup aib
seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat.
Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu senantiasa
menolong saudaranya”.
Sekarang
kita buka bersama sama bingkisan kado Imam Ali bin Abi Thalib ra yang
penuh dengan mutiara hikmah yang bisa dijadikan sebagai teladan bagi
kehidupan kita sehari hari. Silahkan menyimak:
Di
pagi yang cerah, seroang pengemis datang ke rumah Imam Ali bin Abi
Thalib. Badannya kurus kering, pakaiannya cumpang camping, dan rambutnya
tidak terurus. Ia datang kepada beliau meminta makanan. Imam Ali pada
saat itu sedang berdiri di muka pintu. Lalu beliau menyuruh anaknya
Hasan, “Ya Hasan, masuklah ke dalam, minta dari ibumu, Fatimah, uang
satu dinar yang masih tersisa 6 dinar dari uangku” kata beliau.
Sayyidina Hasan langsung masuk kedalam meminta uang dari ibunya sesuai
dengan perintah ayahnya.
Tak
lama kemudian ia keluar tanpa membawa apa apa. Ia menjelaskan bahwa
ibunya tidak memberikanya karena uang yang 6 dinar, katanya, akan
digunakan untuk membeli tepung gandum. Dengan sedikit jengkel beliau
berkata kepadanya “Tidak akan benar iman seseorang sehingga ia
berkeyakinan bahwa apa yang berada di tangan Allah lebih baik dan lebih
afdhol dari pada apa yang berada di tangannya”. Kemudian ia menyuruh
lagi anaknya Hasan untuk mengambil uang satu dinar dari ibunya, Fatimah.
Adapun kali ini Hasan keluar dengan membawa uang satu dinar. Imam Ali
mengambil uang itu lalu diserahkan kepada pengemis tadi.
Belum
sempat Imam Ali ra masuk ke dalam rumahnya, tiba tiba seseorang datang
dengan menuntun seekor unta. Ia menawarkan beliau untanya seharga 140
dirham. Tanpa tawar menawar, Imam Ali ra setuju membelinya. Beliau
menjajikannya akan membayar harga untanya di sore hari. Orang itu pun
setuju. Lalu imam Ali mengikat unta tadi di depan rumahnya.
Di
siang harinya ada seseorang melewati rumah beliau. ia melihat seekor
unta diikat di depan rumah. Ia bertanya kepada beliau “Apakah unta ini
mau dijual?”. Beliau menjawab “Ya, betul unta itu akan kujual dengan
harga 200 dirham. Apakah kau berminat membelinya?”. Orang itu melihat
lagi unta tersebut untuk kesekian kalinya. Akhirnya, Ia tertarik untuk
membelinya. “Ya, aku berminat membeli unta ini dengan harga 200 dirham”,
ujarnya. Orang itu langsung merogoh kantongnya dan membayar kontan
harga unta sebesar 200 dirham kepada Imam Ali ra.
Di
sore harinya orang yang menjual untanya kepada Imam Ali datang untuk
menagih uang penjualanya. Beliau langsung memberikan kepadanya 140
dirham sesuai dengan perjanjian. Untung Imam Ali dari penjualan unta 60
dirham diberikan kepada istrinya, Fatimah ra. Dengan keheranan siti
Fatimah menerima uang itu seraya berkata “Dari mana kau dapatkan uang
sebanyak ini?”. Imam Ali pun tersenyum, lalu berkata “Ini adalah apa
yang telah dijanjikan Allah melalui lisan nabi kita Muhammad saw
(Barangsiapa membawa amal baik maka baginya pahala sepuluh kali lipat).”
Al an’am 160
Kisah
di atas patut dijadikan bahan renungan. Agar kita memiliki sikap hidup
yang selalu memberi perhatian kepada yang miskin, yang lemah dan yang di
bawah. Biarpun kita kaya dan memiliki harta berlimpah-limpah, semua itu
tak berarti sedikit pun jika tidak memiliki sifat perhatian untuk
mengangkat yang di bawah dan menolong yang miskin. Nah, kalau begitu,
jadilah kita seseorang yang memiliki jiwa seperti Imam Ali ra dan
seperti yang diajarkan Nabi agar tetap memiliki rasa kesederhanaan dan
tidak menimbulkan iri dan dengki terhadap kelompok miskin.
Alkisah,
ada seorang kaya dari bani Israil yang sedang duduk makan siang
bersama-sama istrinya. Di atas meja tersedia segala macam hidangan
diantaranya ada ayam panggang. Tiba tiba seorang pengemis datang
mengetuk pintu. Istrinya pun berkata kepada suaminya ”Pak! Ada pengemis
di depan rumah, kasiahan pak. Apakah kita bersedekah kepadanya dengan
sepotong ayam panggang? Sang suami tiba-tiba membentaknya “Jangan!
usirlah pengemis itu dari depan rumah.
Dunia
pun berputar, hari berganti hari, bulan berubah menajdi tahun. Si kaya
yang digenangi dengan segala macam kenikmatan berobah menjadi miskin.
Istri kesayanganya ditalaknya. Setelah ditalak sang istri kawin lagi
dengan seorang laki laki kaya. Kemudian terulang lagi peristiwa sang
istri makan siang bersama-sama suaminya yang baru. Tentu di atas meja
terhidang segala macam makanan, dan tidak ketinggalan pula terdapat
seporsi ayam panggang.
Tiba
tiba seorang pengemis datang mengetuk pintu meminta makanan. Sang suami
berkata kepada istrinya dengan penuh rahmah: “Ambilah sepiring nasi dan
sepotong ayam panggang sebagai lauknya, berikanlah kepada pengemis
itu”. Setelah nasi dan ayam panggang diberikan kepada si pengemis, sang
istri pun menangis. Suaminya sangat heran dan bertanya: “kenapa dik kamu
menangis? Apakah kamu marah karena aku memberi pengemis itu nasi dan
ayam panggang?”. Istrinya menjawab: “ tidak pak, tidak sama sekali, akan
tetapi aku menangis karena ada sesuatu yang sangat ganjil dan ajaib”.
Sang suami jadi penasaran ingin tahu apa yang ganjil dan ajaib itu. Ia
pun bertanya: “Bu, apa gerangan yang ganjil dan ajaib itu? ”. Istrinya
menjawab: “Apakah kamu tahu siapa pengemis yang datang di depan pintu
tadi? Sesungguhnya ia adalah suamiku yang pertama”. Mendengar ulasan
sang istri, sang Suami segra berkata kepada istrinya “Apakan kamu tahu
siapa aku sebenarnya? Sesungguhnya aku adalah pengemis pertama yang
datang dulu ke rumahmu”.
Subhanallah,
Itulah dunia. Kalau kita tidur, Allah tidak tidur. Kalau kita lupa
Allah tidak akan lupa Dunia itu berputar, sesaat ia berada diatas dan
sesaat lagi berada di bawah. Kalau kita sedang berada di
atas jangalah angkuh, bangga dan lupa kepada yang di bawah, sebaliknya
kalau kita berada di bawah jangalah gelisah atau putus asa. Sesungghunya
di langit itu ada kerajaan yang Maha Besar, tertulis di depan pintu
gerbangya: “Dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan Kami” almu’minun Maka,
Cintailah yang di bumi agar yang di langit mencitaimu.
http://hasanalsaggaf.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar