Jumat, 20 April 2012

Kado dari Imam Ali

Kado dari Imam Ali

Mari kita buka lagi bingkisan kado yang datang dari sahabat dan misanan Nabi saw, Imam Ali bin Abi Thalib ra. Sebelum kita buka bingkisanya, saya teringat dengan sebuah hadist Rasulallah saw yang berbunyi “Barangsiapa melepaskan seorang mu’min dari kesusahan hidup di dunia, niscaya Allah akan melepaskan kesulitan dari dirinya di hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seorang mu’min yang sulit, niscaya Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Barang siapa menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu senantiasa menolong saudaranya”.

Sekarang kita buka bersama sama bingkisan kado Imam Ali bin Abi Thalib ra yang penuh dengan mutiara hikmah yang bisa dijadikan sebagai teladan bagi kehidupan kita sehari hari. Silahkan menyimak:

Di pagi yang cerah, seroang pengemis datang ke rumah Imam Ali bin Abi Thalib. Badannya kurus kering, pakaiannya cumpang camping, dan rambutnya tidak terurus. Ia datang kepada beliau meminta makanan. Imam Ali pada saat itu sedang berdiri di muka pintu. Lalu beliau menyuruh anaknya Hasan, “Ya Hasan, masuklah ke dalam, minta dari ibumu, Fatimah, uang satu dinar yang masih tersisa 6 dinar dari uangku” kata beliau. Sayyidina Hasan langsung masuk kedalam meminta uang dari ibunya sesuai dengan perintah ayahnya.

Tak lama kemudian ia keluar tanpa membawa apa apa. Ia menjelaskan bahwa ibunya tidak memberikanya karena uang yang 6 dinar, katanya, akan digunakan untuk membeli tepung gandum. Dengan sedikit jengkel beliau berkata kepadanya “Tidak akan benar iman seseorang sehingga ia berkeyakinan bahwa apa yang berada di tangan Allah lebih baik dan lebih afdhol dari pada apa yang berada di tangannya”. Kemudian ia menyuruh lagi anaknya Hasan untuk mengambil uang satu dinar dari ibunya, Fatimah. Adapun kali ini Hasan keluar dengan membawa uang satu dinar. Imam Ali mengambil uang itu lalu diserahkan kepada pengemis tadi.

Belum sempat Imam Ali ra masuk ke dalam rumahnya, tiba tiba seseorang datang dengan menuntun seekor unta. Ia menawarkan beliau untanya seharga 140 dirham. Tanpa tawar menawar, Imam Ali ra setuju membelinya. Beliau menjajikannya akan membayar harga untanya di sore hari. Orang itu pun setuju. Lalu imam Ali mengikat unta tadi di depan rumahnya.

Di siang harinya ada seseorang melewati rumah beliau. ia melihat seekor unta diikat di depan rumah. Ia bertanya kepada beliau “Apakah unta ini mau dijual?”. Beliau menjawab “Ya, betul unta itu akan kujual dengan harga 200 dirham. Apakah kau berminat membelinya?”. Orang itu melihat lagi unta tersebut untuk kesekian kalinya. Akhirnya, Ia tertarik untuk membelinya. “Ya, aku berminat membeli unta ini dengan harga 200 dirham”, ujarnya. Orang itu langsung merogoh kantongnya dan membayar kontan harga unta sebesar 200 dirham kepada Imam Ali ra.

Di sore harinya orang yang menjual untanya kepada Imam Ali datang untuk menagih uang penjualanya. Beliau langsung memberikan kepadanya 140 dirham sesuai dengan perjanjian. Untung Imam Ali dari penjualan unta 60 dirham diberikan kepada istrinya, Fatimah ra. Dengan keheranan siti Fatimah menerima uang itu seraya berkata “Dari mana kau dapatkan uang sebanyak ini?”. Imam Ali pun tersenyum, lalu berkata “Ini adalah apa yang telah dijanjikan Allah melalui lisan nabi kita Muhammad saw (Barangsiapa membawa amal baik maka baginya pahala sepuluh kali lipat).” Al an’am 160 

Kisah di atas patut dijadikan bahan renungan. Agar kita memiliki sikap hidup yang selalu memberi perhatian kepada yang miskin, yang lemah dan yang di bawah. Biarpun kita kaya dan memiliki harta berlimpah-limpah, semua itu tak berarti sedikit pun jika tidak memiliki sifat perhatian untuk mengangkat yang di bawah dan menolong yang miskin. Nah, kalau begitu, jadilah kita seseorang yang memiliki jiwa seperti Imam Ali ra dan seperti yang diajarkan Nabi agar tetap memiliki rasa kesederhanaan dan tidak menimbulkan iri dan dengki terhadap kelompok miskin.

Alkisah, ada seorang kaya dari bani Israil yang sedang duduk makan siang bersama-sama istrinya. Di atas meja tersedia segala macam hidangan diantaranya ada ayam panggang. Tiba tiba seorang pengemis datang mengetuk pintu. Istrinya pun berkata kepada suaminya ”Pak! Ada pengemis di depan rumah, kasiahan pak. Apakah kita bersedekah kepadanya dengan sepotong ayam panggang? Sang suami tiba-tiba membentaknya “Jangan! usirlah pengemis itu dari depan rumah.

Dunia pun berputar, hari berganti hari, bulan berubah menajdi tahun. Si kaya yang digenangi dengan segala macam kenikmatan berobah menjadi miskin. Istri kesayanganya ditalaknya. Setelah ditalak sang istri kawin lagi dengan seorang laki laki kaya. Kemudian terulang lagi peristiwa sang istri makan siang bersama-sama suaminya yang baru. Tentu di atas meja terhidang segala macam makanan, dan tidak ketinggalan pula terdapat seporsi ayam panggang.

Tiba tiba seorang pengemis datang mengetuk pintu meminta makanan. Sang suami berkata kepada istrinya dengan penuh rahmah: “Ambilah sepiring nasi dan sepotong ayam panggang sebagai lauknya, berikanlah kepada pengemis itu”. Setelah nasi dan ayam panggang diberikan kepada si pengemis, sang istri pun menangis. Suaminya sangat heran dan bertanya: “kenapa dik kamu menangis? Apakah kamu marah karena aku memberi pengemis itu nasi dan ayam panggang?”. Istrinya menjawab: “ tidak pak, tidak sama sekali,  akan tetapi aku menangis karena ada sesuatu yang sangat ganjil dan ajaib”. Sang suami jadi penasaran ingin tahu apa yang ganjil dan ajaib itu. Ia pun bertanya: “Bu, apa gerangan yang ganjil dan ajaib itu? ”. Istrinya menjawab: “Apakah kamu tahu siapa pengemis yang datang di depan pintu tadi? Sesungguhnya ia adalah suamiku yang pertama”. Mendengar ulasan sang istri, sang Suami segra berkata kepada istrinya “Apakan kamu tahu siapa aku sebenarnya? Sesungguhnya aku adalah pengemis pertama yang datang dulu ke rumahmu”.

Subhanallah, Itulah dunia. Kalau kita tidur, Allah tidak tidur. Kalau kita lupa Allah tidak akan lupa Dunia itu berputar, sesaat ia berada diatas dan sesaat lagi berada di bawah. Kalau kita sedang  berada di atas jangalah angkuh, bangga dan lupa kepada yang di bawah, sebaliknya kalau kita berada di bawah jangalah gelisah atau putus asa. Sesungghunya di langit itu ada kerajaan yang Maha Besar, tertulis di depan pintu gerbangya:  “Dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan Kami” almu’minun Maka,
Cintailah yang di bumi agar yang di langit mencitaimu.
 http://hasanalsaggaf.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar