Wanita Tiang Negara
Dalam rangka menyosong hari ibu, seorang mubalighoh kondang dengan
penuh semangat meyampaikan sebuah hadits lewat layar televise, tanpa
sedikitpun merasa ragu bahwa yang disampaikan itu bukan hadits. Arti
hadits itu adalah, Wanita adalah tiang Negara, apabila wanita itu baik
maka Negara akan baik, dan apabila wanita itu rusak maka Negara akan
rusak pula
Esoknya seorang wartawan bertanya kepada kami tentang hadits yang
diucapkan oleh mubahligho tadi. Mengapa anda tidak bertanya kepada
Mubalighoh tadi?”, beitu Tanya kami. “Bagaimana mungkin kami dapat
bertanya? Karena hadit itu disampaikan dalam ceramah lepas lewat
televise”, begitu jawabannya.
“Tapi kira-kira, kalau anda lansung bertanya kepadanya, mungkinkah ia
dapat menjawab. Hadits itu ada”, kata kami lagi. “ Anda tentu akan
bertanya lagi. Dalam kitab apa hadits itu ada, diriwayatkan oleh siapa
dan apa kualitasnya wahai ustadzah?”., beitu kami menambahkan.”Dan
Ustadzah yang mubalighoh itu mesti akan menjawab lagi. Pokoknya hadits
itu ada,” kata kami lagi kira-kira.
“Dan apabila anda terud bertanya lagi, ia pasti curiga kepada anda, ia
akan berkata, “Kamu koq Tanya-tanya terus. Apakah kamu tidak percaya
yang saya sampaikan itu hadits?. Apakah kamu pengikut paham ingkar
sunnah. Kok tidak percaya pada hadits?”
Begitulah kami memprediksi jawabannya.
Hadits kondang
Hadits yang disebutkan diatas itu, teksnya secara lengkap adalah sebagai berikut:
Wanita adalah tiang Negara, apabila wanita itu baik maka Negara akan
baik, dan apabila wanita itu rusak maka Negara akan rusak pula
Haidts itu sunguh amat kondang, terutama dikalangan kaum ibuMaklum
karena subtansinya mengangkat peran kaum ibu dalam pembangunan bangsa.
Dan seyogyanya hadits yang kondang dalam istilah ilmu hadits disebut
hadits mansyur
Hadits wanita tiang Negara itu tercantum dalam kitab-kitab tentang hadits hadits mansyur (Alahadits al-masyurah)
Tetapi saying, kami telah mencoba membuka kitab-kitab hadits, Khusunya
kitab-kitab hadits mansyur, seperti al-Muqosid Al- Hasanah karya
al-Sakhawi (w 906 H), al-Dhuraral- Muntatsirah kary al –Suyuti (911 H),
al Ghammaz al Lammaz karya al Samhudi (w 911H), Tamyiz al Tayyibkarya
ibn Daiba (w944), Asna alMathalib karya Muhammad Darwisy al Hut(w.76H),
Kasyf al Khafa wa Munzil al Libas karya al Ajluni (w 1162 H) dan
lain-lain. Ternyata hadits tersebut tidak ditemukan. Demikian pula
dalamkitab-kitab hadits yang lain seperti al kutub al Sittah
(Kitab-kitab hadits yang enam), yaitu Shohih al Bukhori, Shohih Muslim,
Sunan Abi Dawud, Sunan Al tirmidzi, Sunan al Nasai, dan Sunan Ibn
Majah. Hadits tersebut tidak ditemukan
Bukan sabda nabi
Karenanya, untuk sementara kami berkesimpulan bahwa unkapan diatasyang
kondang disebut hadits tentang wanita taing Negara itu adalah bukan
hadits.Ia tidak lebih sekedar kata-katahikmah atau kata-kata mutiara
saja yang diucapkan oleh seorang tokoh atau ulama, kemudian dalam
perkembangan selanjutnya dikalim sebagai hadits yang berasal dari Nabi
Saw.
Sekiranya ada orang ataumubaligh tertarik dengan ungkapan itu, karena
subtansinya dinilai baik, maka hal itu boleh-boleh saja, selama hal
itutidak disebutkan sebagai hadits atau sabda Nabi Saw. Tetapi apabila
hal itu disebut sebagai sabda Nabi Saw, maka hal itu berarti dia telah
menisbahkan kepada Nabi Saw suatu ungkapan yang tidak pernah beliau
ucapkan, Ini sama artinya dengan ia mendustakan Nabi Saw, atau membuat
Hadits palsu.
Ikut-ikutan Ulama
Pada tahun 1995, sesudah diselenggarakan Musyawarah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (MUNAS MUI V) di Hotel Indonesia (HI), Jakarta, diadaka
ula pertemuan Ulama Malaysia, Brunei, Indonesia dan Singapura (MABIMS).
Kami kebetulan ikut pertemuan itu.
Ada sebuah makalah yang diajukan dalam pertemuan itu yang di tulis oleh
cendikiawan Indoneisa. Dalam makalah itu ia mencantukan hadits tentang
wanita tiang Negara tadi. Tentu saja itu kesempatan yang sangat baik
bagi kami untuk menayakan hadits itu kepada pemakalah, kami bertanya
lebih dahulu kepada Kyai yang duduk disebelah kami, yaitu al Mukarom
Bapk KH. Muchtar Nasir, Imam besar masjid Istiqlal Jakarta.
“Kiai”, begitu kami berbisik kepada beliau.” Kami sudah lebih dari lima
tahun mencari haits tentang wanita tiang Negara yang ditulis dalam
makalah ini, tetapi kami belum menemukannya. Apakah Kyai tahu siapa yang
meriwayatkan Hadits tersebut, dan didalam kitab apa?” . “Ya Akhi begitu
ia menjawab nya “Saya justru sudah dari sepuluh tahun mencari hadits
seperti itu, dan belum menemukannya”
Begitu, jawaban beliau itu akhirnya telah mendorong kami untuk
menanyakan hal itu kepada pemakalah. Dan setelah waktu dialog dibuka
oleh moderator, kami mengacungkan tangan lebih dahulu. Dan setelah
diberi kesempatan untuk berbicara, kami menanyakan hadits itu kepada
pemakalah, dalam kitab apa hadits itu ada, siapa rawinya dan bagaimana
kualitasnya. Kemudian ternyata pertanyaan kami itu hanya dijawab ringan.
“Saya mendengar para kyai menyampaikan hadits itu. Akhirnya saya ikut
menyampaikannya”. Begitu jawaban pemakalah singkat.
Jawaban itu, meskipun tidak ilmiah, namum telah meyakinkan kami bahwa
hadits Wanita Tiang Negara itu memang tidak pernah ada. Karenanya upaya
mengklaim ungkapan itu sebagai hadits Nabi SAW adalah tindakan yang
memiliki konsekuensi berat, karena halite berarti mendustakan Nabi Saw
yang diancam dengan masuk neraka.
Tulisan PROF. DR KH, ALI MUSTAFA YAQUB, MBA