Sabtu, 21 Juli 2012

Syariat Puasa Ramadhan


Syariat Puasa Ramadhan
Sebelum mewajibkan puasa Ramadhan bagi kaum Muslimin tahun ke-2 hijriyah, Allah SWT telah mensyariatkan puasa kepada para nabi terdahulu.

Menurut Ibnu Jarir Al-Thabari, syariat puasa pertama diterima oleh Nabi Nuh AS setelah beliau dan kaumnya diselamatkan oleh Allah SWT dari banjir bandang. Nabi Daud AS melanjutkan tradisi puasa dengan cara sehari puasa dan sehari berbuka.

Dalam pernyataannya Dawud AS berkata, “Adapun hari yang aku berpuasa di dalamnya adalah untuk mengingat kaum fakir, sedangkan hari yang aku berbuka untuk mensyukuri nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah SWT.”

Pernyataan Dawud AS tersebut ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya, “Sebaik-baiknya puasa adalah puasa Daud, yaitu sehari berpuasa dan sehari berbuka.” (HR. Muslim).

Nabi Musa AS kemudian mewarisi tradisi berpuasa. Menurut para ahli tafsir, Musa dan kaum Yahudi telah melaksanakan puasa selama 40 hari (QS. Al Baqarah: 40). Salah satunya jatuh pada tanggal 10 bulan Muharram yang dimaksudkan sebagai ungkapan syukur atas kemenangan yang diberikan oleh Allah SWT dari kejaran Firaun.

Puasa 10 Muharram ini dikerjakan oleh kaum Yahudi Madinah dan Rasul SAW menegaskan umat Islam lebih berhak berpuasa 10 Muharram dari pada kaum Yahudi karena hubungan keagamaan memiliki kaitan yang lebih erat dibandingkan dengan hubungan kesukuan.

Untuk membedakannya, Rasul SAW kemudian mensyariatkan puasa sunah tanggal 9 dan 10 Muharram, selain untuk membedakan puasa kaum Yahudi, juga ungkapan simbolik kemenangan kebenaran atas kebatilan.

Ibunda Nabi Isa AS juga melakukan puasa yang berbeda dengan para pendahulunya, yaitu dengan tidak berbicara kepada siapa pun. Allah SWT berfirman, “Maka jika kamu melihat seorang manusia, katakanlah: ‘Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Mahapemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini’.” (QS. Maryam: 26).

Keempat riwayat di atas merupakan sejarah puasa agama samawi yang menjadi rujukan  disyariatkannya puasa dalam Islam. Adapun puasa agama ardhi (agama buatan manusia), kendati sama sekali bukan rujukan namun mereka juga telah melakukan puasa dengan model yang berbeda-beda.

Sebelum puasa Ramadhan diwajibkan, Rasul SAW telah memerintahkan kaum Muslimin puasa Hari Asyura tanggal 9 dan 10 Muharram. Namun begitu perintah puasa Ramadhan tiba, puasa Asyura yang sejatinya ditambah satu hari oleh Rasul SAW menjadi puasa sunah.

Tingginya tingkat kesulitan dalam melaksanakan puasa menjadikan syariat ini turun belakangan setelah perintah haji, shalat dan zakat. Wajar jika kemudian ayat-ayat tentang puasa Ramadhan turun secara berangsung-angsur: Pertama, perintah wajib puasa Ramadhan dengan pilihan. (QS. Al-Baqarah: 183-184).

Kaum Muslimin boleh memilih berpuasa atau tidak berpuasa, namun mereka yang berpuasa lebih utama dan yang tidak berpuasa diharuskan membayar fidyah. Kedua, kewajiban berpuasa secara menyeluruh kepada kaum Muslimin, dengan pengecualian bagi orang-orang yang sakit dan bepergian serta manula yang tidak kuat lagi berpuasa (QS. Al-Baqarah: 185).

Awal mulanya kaum Muslimin berpuasa sekitar 22 jam karena setelah berbuka mereka langsung berpuasa kembali setelah shalat Isya. Namun, setelah sahabat Umar bin Khathab mengungkapkan kejadian mempergauli istrinya pada satu malam Ramadhan kepada Rasul SAW, turunlah QS Al Baqarah: 187 yang menegaskan halalnya hubungan suami-istri di malam Ramadhan dan ketegasan batas waktu puasa yang dimulai dari terbitnya fajar hingga terbenam matahari.

Inilah syariat puasa dalam Islam yang menyempurnakan tradisi puasa seluruh agama samawi yang ada sebelumnya.

Salam Ramadhan, smoga kita dapat memperbaiki diri.

(Republika)

      


Selasa, 03 Juli 2012

Mengugah Orang Lain

Mengugah Orang Lain

Seorg anak kecil duduk diantara anak tangga di sebuah bangunan dgn topi di kakinya.

Dia memegang sebuah papan yg bertuliskan :"aku buta, tolong aku." Saat itu hnya ada beberapa koin saja di dlm topinya.

Seorg pria melintas di depannya. Dia mengambil beberapa koin dalam kantongnya & menaruhnya ke dalam topi anak tsb . Pria itu kemudian mengambil papan pada anak kecil itu, membalikkan papan itu & menulis beberapa kata, lalu menaruhnya kembali & berjalan meninggalkan anak kecil tsb.

Dalam waktu singkat topi itu terisi & semakin penuh. Begitu banyak orang memberikan uang kepada anak kecil yang buta itu. Pada sore harinya pria yang mengganti tulisan dipapan melintas kembali untuk melihat perubahan apa yg terjadi.

Anak kecil itu mengenali suara langkah kakinya & bertanya :
"Apakah kamu yg mengganti tulisan pd papanku pagi hari ini? Apa yg km tulis?"
Pria tsb menjwb,"aku menulis yg sebenarnya. Aku menulis apa yg km tulis hnya dgn cara yg berbeda." Aku menulis,"hari ini adalah hari yang indah, hanya saja aku tidak bisa melihatnya."

Kedua kalimat tsb memberi arti yg sama bhw anak kecil itu tidak bisa melihat (buta).

Kalimat 1 memberitahukan secara lsg bhw anak kecil tsb buta, sedangkan kalimat 2 memberitahukan bahwa mereka sungguh beruntung bhw mereka tidak buta.

Yang bs kt petik dr cerita ini adlh :
» Bersyukurlah atas apa yg km miliki.
» Jadilah kreatif.
» Jadilah innovative.
» Berpikirlah dgn cara yg berbeda & positif.
» Ktika hidup memberi km 100 alasan utk menangis, tunjukkanlah bhw hidup jg memberi km 1000 alasan utk tersenyum.
» Hadapi masa lalumu tanpa kecewa.
» Hadapi masa dpnmu dgn prcya diri. Siapkan masa depan tanpa ketakutan.
» Pertahankan iman & jauhkan rasa takut.

 M. Ummi pada 29 Mei 2012 pukul 17:26m